Ramadhan Berkah ala Anak Kos

Ramadhan Berkah ala Anak Kos

Ramadhan Ala Anak Kos


Ramadhan Ala Anak Kos
Menjadi anak kos saat Ramadhan memiliki tantangan sendiri. Karena selain jauh dari keluarga, mereka tetap mlakukan berbagai aktivitas satu harian. Seluruh tenaga terkuras, usai melakukan aktivitas, mereka harus kembali ke kos dengan memikirkan ulang mengenai menu buka puasa dan sahur esok harinya. Dengan aktivitas yang padat, membuat mereka semakin lelah dan berpikir untuk berbuka dengan menu yang siap saji.
Menu siap saji yang mereka konsumsi saat buka puasa dan sahur malah sebenarnya akan berbahaya bagi kesehatan. Tantangan lagi adalah, ketika mereka membeli terus-terusan menu siap saji setiap harinya maka keuangan mereka akan menipis. Jika keuangan menipis, mereka akan berpikir kembali kegiatan pulang kampong yang seharusnya memiliki keuangan lebih banyak, agar bisa memberi sedikit kebahagiaan bagi keluarga.
Selain itu, mereka juga akan dibebankan dengan kebutuhan sehari-hari mereka selama bulan selanjutnya. Sebenarnya yang patut diketahui oleh anak kos dalam menghadapi puasa hanyalah kecerdasan dan kelicikan.
Kelicikan ini bukan bersifat negatif, malah menjadi positif. Jika saja anak kos membuat agenda bersama rekan kos yang lain dengan membuat agenda safari kuliner Ramadhan.Nah, kalau safari kuliner Ramadhan kebanyakan orang adalah dengan mencicipi segala jenis kuliner saat buka puasa dan sahur di setiap sudut jalan, maupun luar kota. Tapi bagi anak kos, safari kuliner Ramadhan adalah melakukan perjalan rumah ke rumah. Dari rekan satu ke yang lainnya, rekan yang dikunjungi dipastikan memang menetap dengan keluarga.
Dengan mengunjungi rumah rekan satu per satu, maka akan memudahkan anak kos untuk berbuka dan sahur. Mereka akan mendapatkan makanan gratis dan tak pusing berpikir untuk mengeluarkan uang yang harusnya bisa membeli kebutuhan lainnya. Dengan melakukan hal ini, tali silaturahmi Antara rekan dan keluarga dari rekan itu sendiri semakin kuat. Keluarga yang memberi makanan berbuka dan sahur tentu akan mendapatkan pahala, karena setiap orang yang memberikan menu berbuka dan sahur kepada yang berpuasa, dijanjikan akan mendapatkan pahala.
Selama satu bulan dipastikan anak kos akan puasa dengan santai dan tak perlu berpikir keras mengenai menu. Nah, jika malu melakukan ini. Maka anak kos harus cerdas dalam segala hal. Misalnya selalulah mengunjungi masjid. Masjid akan selalu memberikan menu berbuka dan sahur. Dengan begitu, anda juga akan mendapatkan menu makanan gratis tanpa susah payah. Jika melakukan ini, tentu banyak pahala yang didapat, karena selain mendapat makanan secara grtais, anda tak akan mungkin melewatkan kesempatan salat berjamaah dan bisa bercengkrama dengan orang lain, yang perbincangan tersebut bisa menjadi manfaat baru untuk anda.
Jika anda cukup lelah untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, jadilah anda sebagai anak kos yang kreatif. Gunakan segala waktu menjadi maksimal, jika anda cukup rajin, bisa membeli persedian untuk semingu. Belilah bahan mentah yang bisa anda olah dan konsumsi selama seminggu Ramadhan. Misalnya belilah ikan teri yang belum dimasak, lalu belilah cabai, bawang, tomat dan sebagainya yang bisa anda olah menjadi ikan teri sambal yang nikmat. Ikan teri adalah makanan yang bisa bertahan hingga seminggu.
Anda tak perlu repot dan berpikir lagi mengenai pasokan keuangan yang semakin menipis karena terkuras untuk membeli menu berbuka dan sahur. Seminggu kemudian bisa anda gunakan dengan memasak telur yang dikombinasi dengan mie goreng maupun lainnya.
Nah, jika anda ingin sedikit lebih segar saat berpuasa, bisa beli saja sop buah yang bisa menghilangkan dahaga anda. Tapi ingat, jangan terus-terusan membelinya, karena malah menguras keuangan anda. Selamat menikmati bulan Ramadhan yang penuh berkah.***(CM-E02/Amal Hayati)
Letkol Gogor Aditya Tentang Karir Militer: "Kalau Dari Awal Sudah Tidak Tangguh, Minggir Saja"

Letkol Gogor Aditya Tentang Karir Militer: "Kalau Dari Awal Sudah Tidak Tangguh, Minggir Saja"

Letkol Gogor Aditya Tentang Karir Militer:

Menjadi seorang perwira Angkatan Darat memang menjadi cita-citanya sejak kecil. Namun siapa sangka bahwa banyak juga konsekuensi yang harus dihadapinya. Menjalani posisi sebagai seorang anak, kakak, suami, komandan, dan juga abdi negara secara bersamaan tidaklah mudah. Belum lagi berbagai tuntutan pekerjaannya di lapangan.

Kepada Qerja, Komandan Batalion Infanteri Mekanis 201/Jaya Yudha, Letnan Kolonel Infanteri Mohammad Imam Gogor A. Aditya berbagi tentang kisahnya terjun ke lapangan dan juga saat harus menjalani berbagai peran dalam satu waktu.

Menjadi seorang tentara, apa saja tantangan yang Anda hadapi?
Kalau sudah memilih menjadi seorang tentara itu maka sadar tidak sadar, suka tidak suka, mau tidak mau, terpaksa tidak terpaksa hidup kami itu sudah milik negara. Apapun yang akan dilakukan harus izin terlebih dahulu. Bukan berarti profesi yang lain tidak harus izin, tetapi saat menjadi seorang tentara walaupun izin sudah keluar, tapi ternyata di hari tersebut ada tugas yang harus dilakukan, ya mau tidak mau harus dilakukan dan izin harus dibatalkan.
Walaupun hanya sekadar untuk jalan-jalan saja harus tetap izin dengan komandan. Kalau tidak dapat izin, ya tidak bisa keluar. Sudah tidak bisa sebebas dulu lagi. Hidup kami itu sudah milik negara.
Kalau dulu zaman masih pangkat Letnan kadang saya masih suka kabur, tetapi makin ke sini sudah makin mendarah daging dengan konsep tersebut. Kalau dipikir-pikir juga buat apa. Sekarang saya justru sudah menduplikasi orang-orang di sekitar saya untuk memahami kondisi saya.
Kemarin bahkan waktu adik saya Prita menikah, saya sudah hampir tidak mendapat izin untuk menghadirinya. Bapak sudah tidak ada dan satu-satunya orang yang bisa mendampinginya ya tinggal saya. Sementara saat itu saya juga harus dinas 5 Oktober (Hari Tentara Nasional Indonesia) di Cilegon, harus membawa pasukan kala itu. Sempat bingung sekali harus bagaimana, walau pada akhirnya izin pun keluar hanya untuk dua hari. Jadi setelah akad nikah dan resepsi saya langsung kembali ke pasukan. 
Tahun pertama sampai kelima memang sempat merasa, waduh kok hidup saya seperti ini sekali ya menjadi seorang tentara. Tetapi semakin lama semakin sadar, oh ya memang harus seperti ini. Kesulitan juga datang saat saya harus membuat semua orang di sekitar maklum dengan kondisi saya. Belum lagi saat akhirnya saya berkeluarga, saya juga harus membuat paham tidak hanya istri saya, tetapi juga keluarga dari istri saya mengenai kondisi kehidupan saya sebagai seorang abdi negara.
Sementara itu kalau di kedinasan, tantangan pekerjaan itu rasanya semua sudah dipikirkan oleh negara. Kalau ada tantangan yang menghadang mereka sudah pasti menyiapkan solusinya, kalau tidak atau belum ada solusinya ya kami harus mampu untuk bertahan.
Sudah menjalankan karir di Angkatan Darat selama 17 tahun dan menjadi Komandan Batalion di umur 38 tahun, titik balik apa yang membuat Anda akhirnya benar-benar yakin bahwa menjadi seorang prajurit memang jalan yang akan Anda tempuh untuk seterusnya?
Kembali lagi kepada kenyataan bahwa saya itu orangnya apatis, saya hanya memiliki satu prinsip bahwa saat saya bekerja memang harus dari hati saya. Saya itu selalu bekerja tanpa pamrih. Saya tidak pernah mengerjakan sesuatu hal dengan baik hanya karena ingin melaporkan hasilnya kepada komandan. Dari sejak pangkat saya masih Letnan Dua hingga sekarang, saya tidak pernah melakukan hal tersebut. Nothing to lose, apakah pekerjaan tersebut bisa membuat saya naik pangkat atau tidak, semuanya saya kerjakan dengan sebaik-baiknya.
Kalau membahas tentang titik balik, ya Sesko (Sekolah Staff dan Komando). Sesko itu benar-benar berat. Saya saya sangat bersyukur diberi kesempatan satu kali tes bisa masuk pendidikan. Tahun 2012 itu umur saya 35 tahun, kalau sampai saya gagal 3 kali berarti umur saya itu 37 tahun. Saya dulu sempat memiliki pemikiran, kalau memang saya mengikuti ujian Sesko hingga tiga kali masih tetap tidak lulus, maka saya akan mempertimbangkan untuk tidak berkarir di jalur militer lagi, ketimbang saya tidak bisa berkarir secara maksimal. Mengingat belum tentu juga ada kesempatan untuk ujian Sesko menghampiri lagi. Bagi saya umur saya terlalu muda untuk disia-siakan. Kalau memang tidak bisa berkarir di tentara, ya saya akan berkarir di tempat lain. Tidak ada masalah bagi saya.
Saya bukan mencari pekerjaan hanya dari segi finansial, tidak. Saya hanya ingin saya yang memang punya semangat untuk bekerja, bisa terus bekerja dan juga membangun di bidang apapun yang saya lakukan. Kalau nanti ke depannya kegagalan mengikuti, Sesko akan menjadi rintangan saya untuk naik jabatan atau mendapatkan jabatan tertentu, ya buat apa. Prinsipnya saya bekerja itu dengan tulus dan yang saya lakukan itu harus berhasil. Saya ini orangnya tidak ambisius, tidak juga ngoyo. Kalau memang saya sudah tidak bisa berkarya di tempat ini, ya sudah, sebaiknya saya berkarya di tempat lain. Hal ini bahkan sudah sempat saya komunikasikan dengan keluarga.
Nasib berkata lain, saya ternyata lulus ujian Sesko dan setelah itu masuk menjadi Paspampres. Saya merasa sangat bersyukur karena sepertinya passion saya juga di sana, setiap hari operasi, setiap hari dinamika yang dihadapi juga berbeda-beda. Pekerjaannya sama tetapi tantangannya berbeda. Saya pun berusaha menjaga momentum ini supaya bisa terus maju.
Sebagai seorang Komandan Batalion, menurut Anda atasan yang ideal itu seperti apa?
Ideal, bagi saya kata ideal itu sangat relatif. Hal yang menurut saya ideal belum tenti ideal bagi orang lain. Tetapi kalau di tentara bagi saya atasan ideal itu yang pertama, dia mau memberikan ruang dan waktu bagi bawahannya untuk membuktikan bahwa dia bisa bekerja dengan baik. 
Kadang-kadang memang suka tidak sabar jika kita melihat bawahan yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang dibebnkan kepadanya. Tapi sebagai atasan seharusnya bisa melihat dulu seperti apa sebenarnya karakter bawahan Anda. Kasih mereka pekerjaan, lalu lihat seperti apa mereka bekerja. Kalau memang jelek, ya tinggal diarahkan. Lama-kelamaan juga akan bisa terbaca berapa kapasitas yang dimiliki oleh bawahan tersebut. Kalau memang kapasitasnya cuma 70 persen, ya tidak bisa memberikan pekerjaan dengan kapasitas 90 persen kepada mereka. Kalau kapasitas mereka hanya 70 persen, berarti yang 30 persen itu adalah pekerjaan kita sebagai atasan.
Bisa memberikan ruang dan waktu untuk mengoptimalkan potensi bawahan. Saat bawahan tidak bisa melakukan, maka atasan harus membinanya, dan juga mampu memahami bahwa bawahan membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan tugasnya.
Yang kedua, atasan yang ideal itu adalah orang yang bisa melaksanakan aturan pada saat dibutuhkan dan bisa membijaksanakan aturan saat diperlukan. Bukan menjadi terlalu fleksibel, tetapi bisa bijaksana saat dia dihadapkan dengan kondisi lain yang menuntut dia tidak melakukan aturan itu.
Seorang atasan di perusahaan bisa memilih bawahan seperti apa yang diinginkan. Paling tidak mereka bisa melakukan penyaringan kriteria melalui CV misalnya. Sementara sebagai seorang Komandan Batalion, bawahan yang Anda dapatkan itu sudah given dan selalu berbeda-beda karakternya di setiap lokasi penugasan. Nah, karakter bawahan favorit Anda seperti apa untuk bekerja?
Saya ini bukan tipe atasan yang setelah saya memberikan pekerjaan saya tidak mau tahu kendala yang dihadapi oleh bawahan saya itu apa. Saya termasuk tipe atasan yang terbuka, jadi saat saya memberikan pekerjaan dan bawahan saya merasa mendapatkan kendala maka ia bisa melaporkan kepada saya kendala apa saja yang ia hadapi.
Kalau sudah begitu kan saya tinggal memberikan arahan apa yang harus dilakukan. Dengan begitu juga saya juga akan mampu memahami kapasitas bawahan saya seperti apa.
Saya tidak pernah memilih bawahan, bawahan seperti apapun yang diberikan pasti akan saya terima. Paling nanti saya tinggal menyesuaikan saja. Kalau misalnya si A lebih cocok di tempat si B dan begitu sebaliknya, tinggal saya tukar posisinya. Karena dengan begitu mereka akan lebih optimal dalam pekerjaan mereka. 
Salah satu contoh, misalnya saya dikasih supir, dan ternyata supir tersebut kurang dapat bekerja dengan baik. Saya tidak akan langsung menolaknya, saya akan mengajarinya supaya bisa bekerja dengan lebih baik. Dengan demikian secara pribadi dia tidak akan merasa diremehkan atau merasa tidak diakui keberadaannya. Dan yang kedua, kemampuan dia jadi menjadi lebih meningkat.
Terkadang kalau ada orang baru datang itu akan mengubah semuanya. Nah, saya tidak. Saya akan melihat terlebih dahulu kerja kamu seperti apa, kalau kerja kamu bagus ya lanjut, kerja kamu tidak bagus, siapapun dia mau dari Secapa, Secaba, atau Akmil, saya tidak ada urusan. Walaupun dia dari Akmil kalau tidak bagus ya tidak saya pakai, sementara walaupun dia dari Secapa tetapi bagus ya saya pakai. Begitu juga sebaliknya.
Selain bisa mengikuti perintah dengan baik, saya juga suka jika bisa memiliki bawahan yang gemar berinovasi. Jadi tidak sekadar mengikuti dan menjalankan apa yang diperintahkan, tetapi juga mengembangkan hal tersebut menjadi sesuatu yang lebih berguna bagi dirinya.
Misalnya begini, saya mau anggota saya bisa lari menempuh jarak 3.200 meter dalam waktu 16 menit. Saya perintahkan mereka untuk lari setiap hari. Perintahnya jelas dan dilaksanakan. Bagi saya setiap hari mereka latihan lari itu sudah bagus, sudah sesuai perintah, tetapi orang yang berinovasi dia tidak hanya akan berlari, dia akan melatih untuk menguatkan kakinya, lalu dia juga menguatkan tangannya, supaya pada saat dia lari tangannya tidak mudah letih dan kakinya juga lebih kuat.
Apakah ada kesalahan yang pernah Anda lakukan dalam berkarir?
Kalau di kedinasan, apa ya? Saya bisa sampai di posisi saya sekarang sebagai komandan ini berarti kan saya juga pernah menjadi staff dan komandan bawahan. Dan saya selalu menyesuaikan kondisi tersebut. Saat saya menjadi staff, berarti saya tidak punya kepribadian karena semua keputusan ada di tangan komandan. Kalau pada saat saya menjadi komandan staff, saya selalu memiliki pemikiran bahwa saya adalah seorang komandan dan apapun risikonya harus saya ambil.
Sementara itu kalau di tugas operasi, Alhamdulillah hingga saat ini saya belum pernah melakukan kesalahan yang fatal sampai membuat anggota harus tertembak atau bagaimana.
Kalau di homebase, Alhamdulillah belum ada. Ya, kalau sampai yang fatal sih tidak ada, tapi saya juga pernah menerjemahkan perintah komandan, seharusnya begini tetapi saya mengartikannya lain. Terkadang juga kesalahan yang diperbuat ternyata bisa juga membawa kita kepada satu pembelajaran baru yang bisa membuat saya melakukan evaluasi kepada kinerja saya ke depannya.

Kalau mengenai pencapaian yang pernah Anda lakukan selama berkarir?
Di masing-masing level ada hal yang membuat saya merasa bahwa itu adalah sebuah prestasi bagi saya.
Salah satunya saat saya menjadi Komandan Kompi (Danki) di Kariango. Saya ditempatkan di kompi yang paling lemah dalam satu batalion, kompi yang ditinggal dalam kondisi yang tidak bagus. Anggotanya belum memiliki kerangka yang kuat dan kepercayaan diri mereka juga kurang sekali.
Saya akhirnya berpikir, kira-kira apa yang bisa saya berikan kepada mereka, supaya kompi ini memiliki satu kebanggaan. Apa kebanggaan bagi mereka, ya itu adalah prestasi. Saya lalu melatih mereka, pagi hari saat yang seharusnya kompi melakukan apel pagi, kompi saya tidak apel pagi. Dari subuh mereka semua sudah latihan. Orang latihan di jalan, kami latihan di pasir. Saya sampai berani ambil keputusan bahwa apel itu tidak jam tujuh pagi tapi jam sembilan pagi. Saat ditanya oleh komandan, saya bilang bahwa mereka (pasukan kompi) sedang latihan dan nanti akan melakukan apel pada jam 9 pagi. Alhamdulillah pada saat mereka mengikuti satu kegiatan regu tangkas, di mana setiap kompi harus bertanding mulai dari olahraga voli, sepakbola, renang, panjat tebing, menembak, dan juga halang rintang, ternyata mereka menang. Itu juga sempat membuat kompi lain kaget, karena kompi saya bisa dibilang underdog.
Kami ikut serta di lomba Ton Tangkas (Peleton Tangkas) dan kompi kami menang. Terakhir kami mengikuti POR (Pekan Olahraga) Kompi, ada 17 Kompi dan waktu itu kami meraih juara pertama. Bagi saya itu adalah satu pencapaian.
Pernah juga waktu itu saya masih memegang pangkat Kapten, saya adalah orang pertama yang melatih pasukan dalam jumlah besar yaitu 500 orang untuk melakukan demonstrasi Yong Modo di hadapan pak SBY dan itu termasuk sukses, mengingat sampai sekarang Yong Modo itu menjadi beladiri wajib di TNI AD.
Pencapaian yang terakhir itu, saya sangat bangga bisa ikut mengamankan lambang negara ini (Presiden). Itu merupakan salah satu pencapaian terbesar bagi saya.

Kalau pencapaian operasi di lapangan?
Kalau di lapangan, operasi pertama saya di Papua di perbatasan. Waktu itu pangkat Letnan Dua langsung dapat penugasan ke perbatasan. Saya bertugas selama 14 bulan di sana, 6 bulan pertama saya bertugas di Torai, perbatasan Merauke ke Papua Nugini. Kemudian saya pindah ke Tanah Merah, posisinya lebih naik lagi ke atas. Operasi di sana sangat berkesan, karena posisi yang jauh dan tidak apa-apa. Belum lagi pada saat itu komunikasi masih sangat susah dan terbatas. Kalau komunikasi ke rumah itu satu bulan sekali, waktu itu juga belum ada HP.
Lalu berlanjut ke operasi di Aceh, yaitu pengepungan di Desa Cot Trieng. Kami adalah salah satu pasukan yang masuk pertama ke sana dengan total sebanyak 36 orang anggota.
Terakhir saat saya bertugas di Freeport. Kami bertugas mengamankan objek vital nasional, waktu itu undang-undangnya pengamanan objek vital nasional masih di TNI ya.

Menjadi tentara, hal apa yang bisa memberikan kepuasan bagi Anda?
Kepuasan seorang tentara itu ada saat semua misi bisa dijalankan dengan baik. Harus mission accomplished, karena bagi kami tugas itu sebuah kehormatan.

Siapa yang memberi dukungan terbesar bagi Anda?
Dari istri dan juga keluarga. Semangat saya ya istri saya, Irma. Semangat saya juga adalah ibu dan kedua adik saya Nisa dan Prita. Ibu yang memang awalnya menentang tapi akhirnya menerima dan sekarang menjadi salah seorang pemberi dukungan terbesar bagi saya.
Istri saya, dia adalah pegangan saya. Secuek-cueknya dia terhadap pekerjaan saya tetapi dia tetap menjadi pegangan dalam kondisi apapun. Walaupun saya tidak pernah bercerita tentang pekerjaan, karena bagi saya apa yang terjadi di kantor tidak akan masuk ke rumah, begitu juga sebaliknya.

Kalau berbicara tentang masa depan. Kira-kira sekitar 5-10 tahun ke depan Anda akan berada di posisi apa?
Nah itu dia, karena tadi saya sudah bilang bahwa saya ini orangnya nrimo, maka saya itu orangnya berpikir logis. Lima tahun kalau sesuai dengan rencana saya paling tidak pangkat saya sudah berubah. Saya juga akan berusaha supaya jabatan saya bisa sesuai dengan passion yang saya miliki, karena saya yakin jika bekerja dengan passionpasti hasilnya akan jauh lebih optimal. Itu saja yang saya inginkan.
Tetapi kembali lagi kalau berbicara mengenai jabatan tidak ada yang bisa menyangkanya. Siapa sangka seorang wadan Dodikjur bisa ikut Sesko, atau seorang Pasi Korem bisa menjadi Danyon. Saya benar-benar santai menjalankannya. Saya selalu ingat nasihat yang diberikan oleh pak SBY, beliau bilang janganlah kamu besar karena jabatanmu, tapi besarkanlah jabatanmu itu. Dan saya benar-benar menerapkan hal tersebut.
Saya memang belum bisa membuat semua orang berdecak kagum karena prestasi saya sebagai seorang Angkatan Darat. Tetapi itu tidak masalah, rasanya cukup orang-orang di sekeliling saya saja yang bilang, "Kerjaanmu bagus, Gor." Itu saja saya sudah senang. Yang terpenting sekarang saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa militer adalah industri dan juga profesi yang keras untuk dijalankan. Apa saran Anda bagi orang yang ingin terjun menjadi tentara?
Banyak orang yang berpikir menjadi tentara itu keren. Itu salah besar. Yang benar adalah menjadi tentara itu berat. Jangan pernah Anda masuk ke militer hanya dengan niat supaya menjadi keren. Niat pertama haruslah tangguh. Kalau dari awal sudah tidak tangguh, ya lebih baik minggir saja.
Kalau tadi saya sempat bilang mau keluar, itu bukan karena tidak tangguh, saya itu mau keluar bukan mau minggir. Minggir itu hanya ikut-ikutan saja, jabatan di situ-situ saja juga tetapi tetap ikut-ikutan. Hasilnya lama-lama akan terpinggir juga. Saya tidak pernah mengecilkan orang yang seperti itu, semua memiliki jalannya masing-masing, tetapi sebagai pribadi saya tidak bisa seperti itu. Saya mau tetap energik, saya mau tetap bekerja. Apapun itu. Mau jadi satpam ya sudah. Yang penting saya bisa tetap berkarya. Pujian yang muncul dari orang bukanlah tujuan akhir saat saya bekerja.

Apakah ada isu yang perkembang di masyarakat dan menjadi perhatian Anda?
Saya ini orangnya agak terlalu apatis dengan isu-isu yang berkembang, karena bagi saya hal-hal seperti itu pasti sudah ada yang mengurus. Saya justru lebih tertarik pada akar permasalahan yang menurut saya adalah penyebab semua isu-isu yang sekarang berkembang itu bisa terjadi.
Menurut saya akarnya itu bukan disebabkan oleh pemerintah atau siapapun melainkan karena tingkat disiplin yang rendah sekali di masyarakat. Kenapa sekarang banyak sekali anak muda yang menggunakan narkoba, menurut saya itu karena dari muda mereka tidak bisa disiplin. Bagi saya, orang yang mengalami pendidikan dengan disiplin yang tinggi sejak kecil, lalu selesai pendidikan SMP saya sudah harus tingal jauh dari orangtua, saya prihatin melihat anak-anak muda sekarang. Sangat prihatin.
Misalnya saya sekarang, iseng melempar batu ke jalanan, pasti akan ada kepala yang bocor terkena lemparan batu tersebut karena tidak menggenakan helm. Mulai dari masalah kecil seperti itu, menuruti peraturan untuk naik motor yang baik saja tidak bisa. Itu adalah hal-hal yang menurut saya menyebabkan Indonesia kehilangan jati dirinya. Hilangnya kedisiplinan dan juga karakter dari sosok para pemudanya.
Coba saja lihat sekarang banyak anak-anak di tingkat sekolah menengah atas yang tidak tahu tata krama saat diajak berbicara oleh orang yang lebih tua. Saya saja belum lama ini baru saja memulangkan anak PKL di Batalion ini. Mereka bersikap sangat apatis, ditanya siapa kepala sekolahnya jawabannya tidak tahu, ditanya apa yang ingin kalian dapatkan di sini jawabanya juga tidak tahu. Setelah mereka beberapa hari di sini ternyata sikap mereka tetap tidak berubah, akhirnya saya kembalikan ke sekolah sebelum saya lebih marah lagi.
Saya juga selalu menekankan pendidikan moral kepada seluruh pasukan saya di sini. Saat mereka keluar dari kesatuan, semua harus memakai helm. Tentara itu harus punya SIM, jadi saat kebetulan ditilang mereka bisa menunjukkan SIM resmi mereka, tidak hanya sekadar bilang "saya anggota". Saya juga sedang menggalakkan program supaya orangtua yang ada di kesatuan saya melarang anaknya yang masih di bawah umur untuk mengendarai motor sendiri.
Saya yakin bahwa permasalahan-permaslahan yang terjadi di masyarakat itu juga merupakan salah satu imbas dari orangtua yang lupa memberikan pendidikan kepada anak-anaknya di rumah. Lupa memberi tahu bahwa kamu itu adalah seorang anak, harus bisa bersikap sopan kepada yang lebih tua, lupa juga mengajarkan dan menanamkan kepada anak-anaknya bahwa ada aturan-aturan tidak tertulis yang wajib mereka taat saat bermasyarakat, seperti mengantre, misalnya.
Nah, rasanya kok harus sudah ada yang lebih mengurusi hal tersebut, ya. Terlebih jika dikaitkan dengan bonus demografi yang akan dimiliki oleh Indonesia pada tahun 2020 nanti, akan banyak anak muda di negara ini. Sayaconcern sekali saat melihat anak-anak kecil tidak bisa sopan terhadap orangtuanya, gaya berbicaranya juga seenaknya. Oleh karena itu, kemarin dalam rangka memperingati Hari Pahlawan saya mengadakan lomba mewarnai dan mengarang hari pahlawan untuk 15 sekolah. Ke depannya juga saya ingin bekerja sama dengan Kemendikbud supaya banyak sekolah yang melakukan kunjungan belajar ke Batalion ini. Nanti di sini mereka akan diajarkan bagaimana cara disiplin yang baik, mengenai tata krama terhadap orangtua dan bagaimana mencintai alam.

Jika diberikan kesempatan untuk menemui sosok Gogor Aditya saat masih berusia 20 tahun, apa yang akan Anda katakan kepadanya?
20 tahun itu saya masih di Akademi Militer. Saya akan bilang hal yang sama yang dulu pernah dinasihatkan oleh bapak saya kepada saya. Masalah idealisme. Beliau pernah berkata, jangan terlalu membawa idealismemu itu kalau kamu tidak terlalu kuat. Kenapa saya akan mengatakan hal tersebut, karena saya merasa terlambat menyadari seberapa kuat idealisme saya.
Saat masih Letnan Dua saya masih menggebu-gebu melawan, padahal itu justru merugikan. Saya harusnya bisa lebih fleksibel. Bapak sudah menasihati bahwa saya harusnya bisa menyusun semuanya dengan lebih baik.
Beliau mengibaratkan dengan jika saya melakukan perjalanan membawa beban sebesar 100 kilogram menempuh 100 kilometer. Kalau memang kuat membawa beban sebanyak itu sampai akhir, ya silakan saja. Tapi kalau merasa di jarak berapa kilometer harus mengurangi jumlah beban tersebut, sebaiknya saya mengurangi beban itu dari awal. Saya seharusnya bisa mengukur seberapa kuat barang yang akan saya bawa dari awal sampai akhir tanpa mengubah jumlahnya, sehingga saya tidak akan rugi membuang tenaga berlebih di awal.

Seorang Gogor Aditya dalam tiga kata?
Gogor Aditya itu tegas, lalu saya ramah, dan saya juga tulus. Tidak pernah saya tidak tulus terhadap orang. Maksudnya saya tidak penah punya niat macam-macam terhadap orang lain.



BACA JUGA:
Perjuangan Letkol Gogor Aditya Mengejar Karir Militer Meski Ditentang Orangtua
Letkol Gogor Aditya: Perjuangan Mengejar Cita-Cita Jadi Tentara Tanpa Restu Orangtua

Letkol Gogor Aditya: Perjuangan Mengejar Cita-Cita Jadi Tentara Tanpa Restu Orangtua

Letkol Gogor Aditya: Perjuangan Mengejar Cita-Cita Jadi Tentara Tanpa Restu Orangtua

Menjadi seorang tentara adalah salah satu cita-cita yang kerap dikatakan seorang anak saat masih kecil. Gambaran seseorang dengan seragam lengkap, berbadan tegap, dan bertugas menjaga keutuhan NKRI pasti terlihat sangat menarik bagi seorang anak. Bagi cukup banyak orang, impian menjadi tentara bisa terwujud jadi nyata, seperti yang terjadi pada Komandan Batalyon Infanteri Mekanis 201/ Jaya Yudha, Letnan Kolonel Infanteri Mohammad Imam Gogor A. Aditya.
Kepada Qerja, Letkol Gogor menuturkan bagaimana dirinya memulai karir di dunia militer hingga menjadi anggota pasukan pengawal presiden dan kini sebagai komandan batalion, meski awalnya tak disetujui ibundanya sendiri.

Di mana Anda lahir?
Saya lahir di Kediri, 16 Februari 1977, 38 tahun yang lalu.
Apakah ada kebiasaan kecil yang masih Anda lakukan hingga sekarang?
Kebiasaan waktu kecil, saya ini dari kecil sepertinya tidak pernah mempunyai hobi yang cukup menarik. Paling waktu kecil sering main panas-panasan.
Tapi kalau tentang makanan yang dari kecil hingga sekarang pasti akan saya makan itu ada. Dari kecil, saya senang sekali makan nasi putih hangat, lauknya cukup dengan kerupuk dan kecap saja. Itu saja, dari dulu kalau makan dengan lauk seperti itu saya malah bisa habis hingga dua piring.
Bagaimana Anda memulai kegiatan Anda setiap harinya?
Kalau setiap pagi, biasanya saya bangun untuk menunaikan ibadah solat Subuh bersama istri. Setelah itu rapi-rapi sebentar, lalu biasanya saya lari minimal sekitar 5 kilometer setiap harinya. Apalagi sekarang posisi saya di Batalion, sekalian saja ikut lari bersama pasukan. Biasanya sih senam dulu, baru kemudian lari.
Coffee or tea?
I prefer to choose mineral water. Saya sama sekali tidak pernah minum kopi atau teh di pagi hari. Setiap bangun tidur pasti langsung minum air putih. Biasanya saya baru minum teh atau kopi setelah saya lari pagi. Itu juga kalau memang kebetulan sudah dibuatkan di ruangan saya.
Apakah Anda memiliki hobi?
Hobi, karena tidak pernah terlalu menyukai sesuatu secara khusus, sepertinya saya tidak pernah punya hobi yang juga spesifik. Paling sekarang ini saya senang lari, lalu juga sedang mendalami dunia menembak dengan senapan. Kalau memang sedang ada kesempatan mengunjungi negara lain, saya kerap membeli kaos dari Hard Rock Cafรฉ saja.
Kalau membaca atau nonton?
Membaca buku dulu saya suka, tetapi sekarang tidak. Kalau nonton, lumayan senang juga, saya suka film-film seperti MatrixThe Bourne Trilogy, dan Mission Impossible.
Bagaimana Anda menghabiskan akhir pekan?
Saya ini sebenarnya termasuk orang rumahan, tidak begitu suka keluar rumah. Jadi kalau weekend paling di rumah. Kalau istri saya Irma sedang sempat memasak, ya kami makan bersama di rumah. Kalau memang sedang ingin keluar, biasanya kami nonton atau makan.
Justru biasanya saya selalu menyediakan waktu untuk keluar bersama istri saya di hari kerja, karena jam kerjakami membuat kami hanya bisa bertemu di malam hari, setelah ia pulang kantor dan saya selesai bekerja di Batalion. Biasanya saya menyediakan waktu untuk minimal keluar makan bersama dengannya, paling hanya sekadar makan di angkringan atau restoran ayam kremes yang posisinya tidak terlalu jauh dari Batalion. Biasanya dari hari ke hari, kami keluar makan paling tidak selama tiga hari.
Bisa ceritakan tentang latar belakang pendidikan Anda?
Sampai SMP saya sekolah di Kediri, setelah itu SMA saya sekolah ke Magelang di SMA Taruna Nusantara. Saya adalah murid SMA Taruna Nusantara angkatan ke-3. Kenapa Taruna Nusantara, karena saya dari dulu memang ingin sekali menjadi seorang tentara. Jadi itulah alasan kuat saya masuk SMA Taruna Nusantara. Saat itu saya berpikir bahwa akan lebih mudah masuk ke Akademi Militer jika saya adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara dibanding saya masuk di SMA biasa. Karena selain lokasinya yang memang dekat dengan Akademi Militer, di SMA Taruna Nusantara sendiri juga kami memang sudah dididik semi militer.
Jadi tahun 1992, saya masuk di SMA Taruna nusantara, lalu lulus di tahun 1995. Selesai dari SMA Taruna Nusantara, saya masuk di Akademi Militer selama 3,5 tahun dan selesai pendidikan di akhir tahun 1998. Saat itu status lulusan Akademi Militer itu sejajar dengan D4 namun belum ada gelar sarjananya seperti sekarang. Sejak lulus di tahun 1998, maka total sudah sekitar 17 tahun masa dinas yang saya jalankan.
Kalau di bidang pendidikan militer, setelah Akademi Militer, saya mengikuti kursus yang namanya kursus kecabangan. Jadi seorang perwira Letnan Dua itu harus punya kecabangan, dan kebetulan kecabangan yang saya ambil itu Infanteri. Nah, saat itu saya harus bersekolah lagi di sekolah infanteri, di Pusat Pendidikan Infateri (Pusdikif) di Bandung selama sembilan bulan. 
Setelah itu saya masuk di kesatuan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Awalnya saya berpikir akan ditempatkan di salah satu brigade Kostrad yang ada di pulau Jawa, tapi ternyata Kostrad itu masih memiliki satu brigade di luar Pulau Jawa. Lokasinya jauh dari Makasar masih sekitar 45 kilometer, nama daerahnya Kariango, di sana saya bertugas sekitar 9-10 tahun.
Setelah penugasan di Kariango, untuk bisa naik ke jabatan Mayor, saya harus kembali sekolah di Sekolah Lanjutan perwira (Selapa), karena kalau tidak menjalani Selapa, kenaikan pangkat hanya bisa sampai Kapten tidak bisa ke pangkat Mayor. Sebelum Selapa itu saya menjalani dua kali tes. Tes pertama saya gagal, karena faktor kuota. Lalu tahun kedua saya berhasil masuk Selapa dengan penempatan di Yogyakarta pada tahun 2009.
Sampai setelah kejadian meletusnya Gunung Merapi di tahun 2010, saya kemudian pindah ke Magelang. Saat di Yogyakarta saya menjadi seorang Perwira Seksi Pembina Perlawanan Wilayah (Pasi Binwanwil) atau dikenal juga dengan Perwira Seksi Pembina Ketahanan Wilayah (Pasi Bintahwil), kami mengurus tentang potensi-potensi keamanan daerah yang rawan perang.
Setelah itu tahun 2010, saya pindah menjadi Wakil Komandan Komando Pendidikan Jurusan (Wadan Dodikjur) di Magelang. Itu juga merupakan bagian dari pendidikan Selapa yang sedang saya jalani. Saya menghabiskan waktu sekitar enam bulan di Dodikjur, lalu saya menjalani pendidikan Sekolah Staff dan Komado (Sesko) di Bandung.
Jadi seorang perwira untuk bisa naik dari pangkat Mayor ke Letnan Kolonel, kami perwira harus menjalani pendidikan Sesko di Bandung. Nah, pendidikan Sesko ini yang berat. Pendidikan ini kerap menjadi momok menjadi para perwira TNI, karena pendidikan dan juga ujiannya benar-benar berat sekali.
Tetapi alhamdulillah saya diberikan kemudahan. Saat saya ditempatkan menjadi seorang Wadan di Dodikjur, teman-teman yang lain jabatannya sudah lebih elit, menjadi Wadan Yonif (Batalyon Infanteri) misalnya. Belum pernah ada sejarahnya seorang perwira akmil itu menjadi Wadan di Dodikjur, baru saya saja. Ya mungkin karena menjadi seorang Wadan Dodikjur itu dinilai kurang bergengsi, tidak seperti Wadan Secaba (Sekolah Calon Bintara) atau Wadan Secapa (Sekolah Calon Perwira). Saya sempat berpikir kenapa tidak ada yang mau menjadi Wadan di sana, padahal di Dodikjur itu enak, saya memiliki waktu yang jauh lebih banyak untuk belajar, waktu pembinaan fisik saya juga lebih banyak. Mungkin hal itu juga yang memudahkan saya melalui tes Sesko.
Saya masuk di Sesko tahun 2011/2012, pendidikan selama satu tahun. Lalu di akhir tahun 2012, saya ditarik masuk ke Pasukan Pengaman Presiden (Paspamres). Kenapa saya bilang ditarik, karena setelah menyelesaikan Sesko, saya memang belum mempunyai tujuan mau ke mana, tapi ternyata mantan Komandan saya di Kariango mengajak saya masuk ke dalam Paspamres. Yasudah akhirnya saya masuk di Paspampres dari tahun 2012 hingga Juni 2015 lalu. Hampir tiga tahun dan melewati dua masa pemerintahan yang berbeda.
Bagaimana cerita tentang perjalanan karir Anda di Paspampres hingga akhirnya menjadi seorang Komandan Batalyon?
Awal bergabung di Paspampres itu saya menjadi seorang Perwira Bantuan Madya Staff Operasi (Pabandya Op), yang tugasnya mengoperasionalkan seluruh kekuatan Paspampres, baik dari grup A untuk Presiden, grup B untuk wakil Presiden, grup C untuk tamu-tamu negara, dan juga grup D untuk para mantan Presiden dan Wakil Presiden. Jadi tim saya meramu semua kekuatan yang ada untuk operasional Paspamres. Dan Paspampres itu berbeda dengan satuan biasa, Paspampres adalah satuan yang operasionalnya berjalan setiap hari sepanjang tahun. Tugas utamanya ya mengamankan Presiden dan Wakil Presiden, termasuk saat ada Konferensi Tingkat Tinggi yang berlangsung
Menjelang pemerintahan Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) selesai, saya mendapatkan kesempatan ikut kursus Komandan Batalion. Itu selama satu setengah bulan. Setalah selesai mengikuti pendidikan Komandan Batalion, saya ditempatkan di Detasemen Pengawalan Pribadi, yang menempel langsung kepada Presiden. Saya akhirnya menjadi Komandan Detasemen (Danden) di grup A dan mundur dulu dari kesempatan menjadi seorang Komandan Batalion (Danyon). Padahal saat itu posisinya saya sudah siap menjadi seorang Danyon.
Sebenarnya secara karir, seorang Danden dan Danyon itu berada di level yang sama, tetapi bagi seorang prajurit Infateri kalau belum menjadi Komandan Batalion rasanya ada yang kurang.
Tapi saat itu saya merasa tidak ada salahnya juga saya menjadi seorang Danden sebelum menjadi Danyon. Hitung-hitung juga menambah pengalaman saya. Penugasan terakhir saya dengan pak SBY itu adalah rangkaian kunjungan ke Papua, dari Papua lalu ke Timur Leste lanjut masuk ke BDF (Bali Democracy Forum). Itu tugas terakhir saya dengan Pak SBY, setelah itu saya sudah disiapkan untuk menjadi Danden siapapun kandidat Presiden baru yang menang, pada waktu itu antara Pak Jokowi atau Pak Prabowo. Saya salah satu dari empat Dandem yang ada. Empat Danden ini akan dibagi menjadi dua, satu tim ditempatkan bersama dengan grup A, dengan Presiden baru, satu tim ditempatkan dengan mantan Presiden.
Saya seharusnya bergabung dengan grup A. Tapi di lapangan saya sempat harus tetap menempel dengan tim lama yaitu dengan Pak SBY. Saat saya berangkat ke Papua, ternyata Pak Jokowi ditetapkan oleh KPU sebagai Presiden yang baru, sehingga tim yang satu lagi harus segera naik, sementara tim yang harusnya mengantikan saya juga sedang mengawal Pak SBY. Akhirnya tim baru dipegang oleh seorang perwira baru, sementara saya masih terus mengawal tim Pak SBY hingga BDF. Selesai dari BDF baru saya terjun ke tim Presiden baru, mengawal Pak Jokowi.
Setelah itu, saya lanjut bertugas di grup A terus sampai pelantikan di bulan Oktober 2014. Saya bertugas dengan Pak Jokowi hingga bulan Juni, tetapi posisinya sebenarnya saya sudah mendapat Surat Keputusan (SKET) untuk menjadi Komandan Batalion di Batalion Infanteri Mekanis 201/ Jaya Yudha. Tetapi saya sempat tertahan karena belum ada yang mengantikan saya menjadi Danden di grup A. Akhirnya saya sempat mangkir selama dua bulan dari jabatan Komandan Batalion. Tugas terakhir saya dengan pak Jokowi adalah saat pernikahan Mas Gibran (anak Jokowi – Red). Selesai acara saya pamit kepada bapak (Jokowi) lalu serah terima jabatan di sini pada tanggal 26 Juni 2015. Hingga sekarang saya pun akhirnya bertugas menjadi Komandan Batalion di Batalion Infanteri Mekanis 201/ Jaya Yudha.
Di antara semua profesi yang ada, kenapa Anda memilih menjadi seorang Tentara?
Dulu sejak kecil, saat saya ditanya oleh kakek, "Mau jadi apa, Le?" jawaban saya selalu menjadi tentara. Saya juga tidak tahu mendapat keinginan menjadi tentara itu dari mana. Di kampung saya di Kediri memang ada Batalion 521, tetapi posisi rumah saya juga jauh dari Batalion. Saya juga tidak hidup di lingkungan tentara, karena sejauh yang saya tahu belum ada tetangga saya yang menjadi seorang prajurit. 
Sebenarnya jawaban saya itu sempat membuat Ibu saya gelisah. Beliau menganggap behawa jawaban tersebut hanya bunga masa kecil saya saja, seiring berjalannya waktu pasti keinginan tersebut akan berubah. Tapi masuk kelas 6 SD saya masih ngotot ingin mejadi tentara. Saat saya masuk kelas 3 SMP saya mengetahui bahwa salah seorang kakak kelas saya ada yang masuk di SMA Taruna Nusantara, wah... itu semangat saya semakin menggebu-gebu.
Kalau ada yang bertanya kenapa tentara bukan polisi, nah, itu saya juga bingung karena dari awal saya mengatakan ingin menjadi tentara dan tahunya tentara itu ya Angkatan Darat. Sampai SMA, saya sempat berubah ingin menjadi seorang pilot karena pada saat itu ada kakak kelas saya, angkatan pertama di Taruna nusantara, yang diterima di Garuda Indonesia. Dia disekolahkan ke New Zealand, hal itu menarik bagi saya. Namun rasanya memang bukan nasib saya menjadi seorang pilot, saat saya sudah masuk tingkat tiga program Garuda Indonesia itu di-pending.
Akhirnya saya kembali ke tujuan awal saya menjadi seorang tentara. Saat itu saya sudah bisa melihat bahwa ada Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Akademi Polisi. Saya sempat ingin menjadi seorang AU, tetapi ternyata disposisi yang diberikan kepada saya lebih berat ke Angkatan Darat, ya sudah akhirnya saya masuk di Angkatan Darat.
Saya menjadi seorang tentara itu rasanya adalah perwujudan dari doa saya sejak kecil, karena orangtua saya pada dasarnya tidak ada yang setuju saya menjadi tentara.
Kalau begitu kondisinya, lalu bagaimana dukungan orangtua Anda terhadap karir Anda?
Waktu akhirnya saya memutuskan untuk masuk di Taruna Nusantara, orangtua saya sudah tidak setuju. Ibu saya bilang, "Sudah, SMA-nya di sini (Kediri) saja, nanti baru kuliahnya di sana,” karena Ibu saya tahu kalau sampai saya masuk di Taruna Nusantara pasti kelak saya akan menjadi seorang tentara. Ibu saya bahkan sampai tidak memberikan tanda tangannya di Surat Izin Sekolah, akhirnya nekat sampai saya palsukan. Setelah itu sebelum kegiatan belajar dimulai, ibu dan saya pun dipanggil ke sekolah.
Pulang dari sana, hampir sebulan ibu tidak mau berbicara dengan saya. Sempat tidak mau saya antar jemput dari rumah ke apotek tempatnya bekerja. Sampai akhirnya ibu dimarahi oleh nenek. Nenek bilang, anak mau maju kok malah tidak didukung. Akhirnya saya pun mendapatkan restu dari ibu untuk bersekolah di Taruna Nusantara.
Selesai menempuh pendidikan di Taruna Nusantara, saat pengumunan kelulusan saya bilang lagi kepada Ibu bahwa saya mau jadi tentara. Setelah itu kembali ibu tidak mau ngomong sama saya. Selesai masa basis tiga bulan, ibu datang ke lokasi pendidikan dan akhirnya beliau berkata, "Ya sudahlah, Le, terserah kamu mau jadi apa." Akhirnya saya menjadi seorang tentara hingga sekarang.


Seperti apa tantangan yang dihadapi Letkol Gogor selama mengemban tugas? Simak lanjutan wawancaranya di sini.



Pria China Tampar Anggota TNI di Supermarket Berastagi di Medan

Illustrasi
Pria keturunan cina nekat menampar anggota TNI di parkiran Supermarket Berastagi, Senin (6/6/2016) malam. Akibatnya, pria cina itu diamankan ke Polsek Medan Baru.


Dikutip dari m24.co, Selasa (7/6/2016), anggota Danramil 01/MB dan seorang Pabandya Kosmos Sterdam I/BB Letkol Hutagalung mengamankan pria turunan cina yang belum diketahui identitasnya karena menampar Letkol Hutagalung di Parkiran Supermarket Brastagi.



Kejadian ini bermula saat Letkol Hutagalung hendak memarkirkan mobilnya di lokasi parkir Supermarket Berastagi. Saat hendak memasukkan mobilnya, tiba-tiba mobil pria keturunan cina menyerobot masuk ke lokasi parkir Letkol Hutagalung.



Letkol Hutagalung kemudian menegur pria cina dengan mengaku sebagai anggota TNI serta memberitahu jika lokasi parkir tersebut miliknya.



"Saat dibilang dirinya tentara, pria cina itu menantang dengan menyebut kenapa rupanya tentara. Setelah itu pria cina memukul korban," terang salah seorang sumber.



Dijelaskan sumber, meski memukul Letkol Hutagalung, pria cina itu tidak merasa bersalah dan semakin menunjukkan 'taringnya' dengan memanggil 3 orang anggota brimob ke lokasi.



"Gak lama Brimobnya datang, Danramil serta Babinsa turun ke lokasi. Selanjutnya pria cina itu dibawa ke Polsek Medan Baru," jelas Sumber.



Kapolsek Medan Baru Kompol Ronni Bonic dikonfirmasi sampai saat ini belum memberikan jawaban. 


[Nusanews.com]
Presiden Jokowi Menjadi Nama Salah Satu Pulau di Selayar

Presiden Jokowi Menjadi Nama Salah Satu Pulau di Selayar

Presiden Jokowi Menjadi Nama Salah Satu Pulau di Selayar


JAKARTA - Gencarnya promosi wisata yang dilakukan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dengan dukungan penuh Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat daerah ikut bergairah. Mereka berlomba mengembangkan potensinya masing-masing. 

Tak mau ketinggalan, Pemkab Kepulauan Selayar menamai sebuah pulau di wilayah mereka dengan nama presiden, Jokowi Island. Selayar yang terdiri dari 130 pulau masih memiliki potensi yang belum terjamah. 

“Pemberian nama ini merupakan bentuk penghargaan kepada Presiden Jokowi yang begitu serius mengembangkan potensi wisata di seluruh wilayah Tanah Air,” ujar Bupati Selayar, Basli Ali dalam keterangannya, Senin (6/6/2016).

Hadirnya Jokowi Island di Kepulauan Selayar diharapkan bisa menjadi daya tarik tersendiri. Daerah di ujung Selatan Pulau Sulawesi ini memang begitu gencar mengembangkan seluruh potensi alam yang mereka miliki. 

Di bidang pariwisata, Pemkab Kepulauan Selayar telah menjalin komunikasi dengan Kemenpar. Lahan untuk pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata seluas 400 ha disiapkan. Tinggal menanti masuknya investor untuk segera memulai proses pembangunan.    

Selain itu, juga disiapkan lahan 5.000 ha yang akan digunakan untuk lahan Kawasan Ekonomi Khusus Industri Logistik Maritim.

“Kami sangat serius. Sekaranglah saatnya Selayar bangkit dengan seluruh potensi yang kami miliki. Kalau bukan sekarang kapan lagi kita mencoba sejajar dengan daerah lain,” tegas Basli. 

Saat ini, pemerintahan Presiden Jokowi memang tengah giat membangun Indonesia melalui fondasi pariwisata. Baru kali ini sektor pariwisata menjadi prioritas, selain infrastruktur, pangan, energi dan maritim. 

“Saya harus jujur mengakui kalau dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya, Jokowi paling serius mengembangkan Pariwisata Indonesia. Terlihat dari struktur anggaran yang berani tanpa bada basi menaikkan dalam persentasi yang siginifikan," terang Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi Sukamdani. 

Setelah 10 top destinasi, Kemenpar juga akan menambah kawasan pariwisata lagi. Riau, Sumbar, Jabar, dan Sulsel makin bersaing untuk bangkit. Itu akan menjadi legenda baru bagi republik ini yang mensejahterakan masyarakat dengan model yang berkelanjutan. Riau, Sumbar, Jabar, dan Sulsel dan seterusnya yang akan switch ke model pembangunan pariwisata yang sustainable. 

Pariwisata diam-diam sudah mendrive, konsep Indonesia Incorporated, soliditas bersama untuk bangsa. Ada sinergi BUMN, ada Lembaga dan Kementerian lain yang sekarang bersatu untuk membangun pariwisata. "Ini perkembangan yang bagus," katanya. 

Kebetulan, pariwisata Indonesia juga tidak buruk. Berdasarkan tour and travel competitiveness index versi World Economic Forum (WEF), dengan kualitas layanan berstandar global, pariwisata Indonesia unggul di price. Indonesia juga kuat di nature dan culture, destinasinya banyak, alamnya indah. Dan  budayanya pun sangat kuat. 

"Yang dibutuhkan saat ini tinggal pembenahan. Misal, turis dari negara-negara bebas visa kunjungan jangan lagi digiring ke visa on arrival," tandas Haryadi.

[sindo]
Imam Tarawih Wafat saat Mengisi Kultum

Imam Tarawih Wafat saat Mengisi Kultum

Imam Tarawih Wafat saat Mengisi Kultum

SRAGEN – Kekhusyukan Salat Tarawih pertama di Bulan Ramadan di Desa Pendem, Sumberlawang Sragen, Jawa Tengah, diwarnai insiden.
Seorang imam masjid yang memimpin Salat Tarawih di Dukuh Bulurejo, Desa Pendem itu, mendadak wafat saat mengisi kuliah tujuh menit (kultum) di masjid atau musala setempat.
Imam bernama Haji Khosim, warga Bulurejo RT 15 tersebut, meninggal saat naik ke mimbar memberikan kultum seusaiTarawih.
Informasi yang dihimpun dari warga, kejadian bermula ketika tokoh agama berusia 70 tahun itu memimpin Tarawih yang diikuti sekitar 60-an jemaah di Musala Al-Qairul di dukuh setempat.
Selesai Tarawih sekitar pukul 19.45 WIB, sang imam lantas naik ke mimbar untuk mengisi kultum sebelum Witir.
Kultum malam itu mengambil tema "Mengajak Kawula Muda Supaya Rajin Salat."
Di hadapan jemaah, ia juga mengingatkan jika usia sudah tua pasti akan banyak mengalami kendala kondisi badan seperti pinggang sakit dan lain sebagainya.
Baru selesai di kalimat itu, mendadak ia langsung diam dan tak bergerak. Tak lama kemudian ia langsung ambruk di atas podium.
“Tadi sudah selesai Tarawih tapi belum Witir. Baru lima menit imam berkultum, sudah tidak ada. Pas di atas podium,” ujar Pariyo, salah satu jemaah.
Setelah dipastikan meninggal dunia, jasad imam tersebut langsung dibawa ke rumahnya untuk disemayamkan.
Menurut rencana, pemakaman menunggu kerabat almarhum.

Ads Inside Post

pasang iklan anda di sini

Kategori

Kategori